Masalah Entrepreneurship di Cina | Views :46 Times |
Kamis, 22 Desember 2011 11:39Douglas Hervey Douglas Herveywhom he is co-authoring a book on aligning incentives in health care. Douglas Hervey adalah Research Associate untuk Profesor Clayton Christensen, dengan siapa ia adalah co-authoring sebuah buku tentang menyelaraskan insentif dalam perawatan kesehatan. You can follow him on Twitter @DouglasHervey. Anda dapat mengikuti dia di Twitter @ DouglasHervey |
Selama Olimpiade Musim Panas 2008, Cina mengejutkan dunia dengan wahana olah-
raganya yang begitu mengesankan dan mewah dan lansekap perkotaannya yang
tertata. Dan saat AS dan Eropa berjuang mengatasi krisis ekonomi beberapa tahun
setelah itu, tingkat pertumbuhan ekonomi Cina yang melejit meyakinkan masyarakat
dunia bahwa Cina akan menjadi pemimpin pasar dunia.
Namun ada begitu banyak alasan mengapa kita harus berskap skeptis. Para kritikus
menyebutkan ketimpangan pendapatan dalam masyarakat Cina, penduduk yang
makin menua, orang-orang miskin desa yang berpindah ke kota, makin parahnya
kemiskinan, dan korupsi sebagai alasan-alasan yang bisa menggoyahkan keyakinan
mereka terhadap kemampuan Cina mempertahankan pertumbuhan dan kebangkitan-
nya sebagai kekuatan utama ekonomi dunia. Apa yang sering tidak dibahas dalam
diskusi ialah entrepreneur Cina juga mengalami kendala-kendala tersendiri.
Cina sedang terjebak dalam pendapatan menengah.
Mereka kehilangan keuntungan kompetitif dalam industri
yang padat tenaga kerja dan belum mendapatkan
sumber daya pertumbuhan baru dari inovasi yang
dilaksanakan. Cina harus menciptakan sebuah lingkungan
yang kondusif bagi dinamisme bawah ke atas yang
diperlukan untuk pertumbuhan entrepreneurship di
negaranya. Hal ini termasuk memberikan perlindungan
yang lebih baik bagi properti mereka dan akses yang
lebih luas menuju modal.
Pasar potensial dari entrepreneur Cina terhitung besar. Dalam teritori Cina sendiri, jutaan
penduduk sudah mendahului pembelian karena biaya, aksesibilitas dan kenyamanan.
Dan banyak konsumen belum membeli barang ata layanan tertentu karena mereka
tidak memiliki keahlian yang dibutuhkan untuk menggunakannya dengan tepat. Jutaan
inovator Cina ingin membanjiri pasar dengan produk-produk yang lebih kecil, lebih murah,
lebih nyaman. Produk-produk seperti itu tidak dianggap menarik bagi pasar mainstream/
utama yang mengharap kinerja yang sebaliknya. Dukungan resmi dan pendorongan
usaha yang terkendala akan memungkinkan para inovator untuk menciptakan nilai
jangka panjang dan luar biasa bagi perusahaannya.
Namun sebelum itu terjadi, Cina menghadapi sejumlah dilema. Meningkatkan dinamisme
dan konsumsi membutuhkan banyak biaya terutama jika dikaitkan dengan tujuan
jangka pendeknya. Isu pertama ialah nilai yuan. Cina mengijinkan mata uangnya untuk
naik agar ketergantungannya pada dollar AS bisa dikurangi dan mempercepat transisi.
Akan tetapi hal ini akan membahayakan ekspor dan menimbulkan lonjakan angka
pengangguran dan keresahan sosial.
Tantangan lainnya ialah peminjaman. Meskipun Cina minggu lalu mengumumkan
pemotongan persyaratan devisa hingga poin 0,5% , jika dirunut dalam catatan,
itu masih terbilang tinggi. Kebijakan penekanan inflasi menyebabkan tekanan pada
bank-bank kecil dan juga mengurangi peluang bank untuk mau meminjamkan dana
pada entrepreneur Cina. Sementara ketakutan atas inflasi agak teratasi, rangsangan
terbatas hanya akan sedikit berhasil menghambat peminjaman yang lebih besa
kepada perusahaan-perusahaan besar yang disubsidi pemerintah dengan mengorban-
kan inovator-inovator.
Perusahaan-perusahaan besar yang didukung pemerintah ini pada gilirannya menjadi
kendala pula. Pemerintah telah memberikan banyak perusahaan tersebut tingkat
bunga tetap dan persyaratan peminjaman lainnya yang tidak memberatkan.
Karena didirikan untuk menciptakan lapangan kerja (bukan untuk memaksimalkan laba),
mereka tidak termotivasi atau merasa terdorong untuk berubah. Pengaruh mereka
yang makin meningkat akan membuat Cina semakin sulit maju menuju perekonomian
yang digerakkan oleh konsumsi.
Pertumbuhan Cina akan segera melambat begitu fase perkembangan ekonomi berakhir.
Akan tetapi daripada menciptakan lingkungan yang kondusif untuk dinamisme dan
gangguan, Cina memilih untuk menggunakan pendekatan miopik dengan mengorbankan
inovator dan entrepreneur perorangan.
Dengan memperlambat produktivitas faktor keseluruhan, akan sangat menggoda bagi
para pejabat negara Cina untuk fokus pada upaya perbaikan pengelolaan perusahaan-
perusahaan milik negara. namun pejabat-pejabat akan bersikap bijak untuk menciptakan
lingkungan bagi entrepreneur dan teknologi yang disruptif untuk menyuburkan daripada
memburu peningkatan laba dalam sistem atas-bawah yang sudah ada.
Di AS, inovasi yang mengganggu telah menyakiti sebagian pihak tetapi menguntungkan
bagi banyak yang lain. Di Cina, kapitalisme atas-bawah telah memberikan manfaat.
Ketiadaan inovasi yang mengganggu dan entrepreneurship menghambat potensi
pertumbuhan masa depan Cina. Masa depan potensi pertumbuhan akan bergantung
sebagian besar pada keinginan Cina untuk menyimpan atau melepaskan para calon
entrepreneur yang ‘mengganggu’ itu.
(dari “China’s Entrepreneurship Problem” oleh Douglas Hervey)
smber arikel:
|
No comments:
Post a Comment